Perpustakaan Sekolah, Riwayatmu Kini …

“PERPUSTAKAAN di sekolah kami sempit dan terasa sesak, karena kami satu ruangan dengan koperasi dan PMR,” ungkapan polos itu meluncur begitu saja dari mulut seorang siswa SD di sebuah sekolah negeri.

Senada dengan apa yang dikatakan siswa tadi, keberadaan perpustakaan di sekolah memang kondisinya tidak representatif, baik dari segi ukuran luasnya maupun fasilitasnya. Banyak perpustakaan sekolah yang luasnya sama dengan ruang belajar bahkan hanya setengahnya, tidak memiliki kursi dan meja baca yang layak, bahkan ada yang disaturuangkan dengan organisasi lain, seperti pernyataan siswa tadi di atas.

Begitu pula keberadaan literatur serta koleksi bukunya, banyak buku yang tidak bisa dimanfaatkan, karena buku yang ada terutama buku paket yang dikirim dari pusat (Depdiknas) ada yang tidak sesuai kurikulum yang berlaku saat ini.

Bahkan, di sebuah sekolah SD negeri di wilayah Kab. Bandung selatan, ada perpustakaan sekolah yang memanfaatkan lorong ruang kelas. Tentu saja ini memiriskan sekaligus menunjukkan kurangnya perhatian pihak sekolah terhadap eksistensi perpustakaan. Atau bisa jadi kondisi tersebut semata karena persoalan klasik, yakni dana yang tidak teralokasi –kendati itu hanya merupakan sebuah pledoi semata–.

Di sejumlah daerah, perpustakaan sekolah sepertinya hanya menjadi pelengkap infrastruktur sekolah. Bahkan, di sebuah sekolah, dalam pembagian tugas atau struktur organisasi, kedudukan pengelola perpustakaan ada di bawah wakil sarana dan prasarana, sehingga ia tak punya kebijakan yang cukup berarti dan strategis. Yang lebih menyedihkannya lagi, ada sekolah yang tidak memasukkan pendanaan perpustakaan ke dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), kalaupun ada dananya sangat minim, dan kadang tidak sesuai yang dianggarkan.

Kondisi perpustakaan sekolah yang mengkhawatirkan juga makin diperparah oleh sikap sebagian kalangan yang memandang perpustakaan bukanlah suatu tempat yang begitu penting keberadaannya, dan menganggap tak lebih sebagai pelengkap dari suatu kegiatan sekolah.

Tidak termanfaatkannya perpustakaan sekolah berpulang kepada masalah klasik, yakni rendahnya kualitas SDM pengelola perpustakaan sekolah serta terbatasnya dana yang dialokasikan untuk menghidupi keberlangsungan perpustakaan. Di samping itu, rendahnya budaya dikalangan pendidik dan siswa memposisikan ruang perpustakaan menjadi ruang yang asing untuk dikunjungi.

Di samping itu, faktor utama ketidaktermanfaatkannya perpustakaan sekolah akibat kurangnya perhatian pihak otoritas sekolah dan belum adanya program pemerintah yang terencana dan berkesinambungan dalam mengembangkan perpustakaan menjadikan eksistensi perpustakaan sekolah tidak termanfaatkan.

Padahal, jika melihat fungsi dari perpustakaan sekolah itu sendiri, selain sebagai bagian integral dari kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan seperti tercantum dalam kurikulum sekolah, juga berfungsi sebagai pusat penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan kreativitas berfikirnya, serta sebagai wahana untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui literatur.

Perpustakaan sekolah juga memiliki peran yang sangat penting karena keberadaannya dapat membantu meningkatkan minat baca kepada anak dan juga dapat meningkatkan dan membantu kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Apalagi sebagian pihak berkeyakinan, keberadaan perpustakaan sekolah dapat membantu meningkatkan kecerdasan siswa dalam menyerap semua pelajaran yang diterimanya di kelas. Karenanya, keberadaan perpustakaan sekolah merupakan hal yang mutlak. Sebab di sebuah institusi pendidikan seperti sekolah, perpustakaan merupakan sentral informasi yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap output kualitas pendidikan.

Karena itulah, keberadaannya merupakan sumber pembelajaran yang sangat penting, dan berfungsi sebagai media penyampai publikasi kekayaan intelektual dan sarana pendukung kegiatan pendidikan terutama kegiatan belajar mengajar.

Namun, perpustakaan yang bagaimana yang mampu meningkatkan prestasi akademik siswa tersebut? Zulfikar Zein, M.A, salah seorang dosen Ilmu Perpustakaan di Universitas Indonesia (UI) berpendapat, terdapat tiga pilar utama yang memperkokoh perpustakaan sekolah, yakni, 1) Pengguna. Perpustakaan akan tetap eksis dan berkembang jika pemakainya, dalam hal ini warga sekolah, aktif dan disiplin; 2) Pustakawan. Petugas perpustakaan harus memiliki sikap tulus hati, ramah, berpikiran positif, supel, pro aktif, dedikatif, dan professional; 3) Koleksi/literature. Koleksi referensi dan buku harus banyak, lengkap dan beragam, serta up to date.

Ketiga pilar di atas menurut Zulfikar akan semakin semakin kokoh jika kepala sekolah sebagai pihak otoritas sekolah beserta dewan sekolah dan semua pihak pemegang otoritas pendidikan lainnya bersama-sama, berpikir, berencana dan bertindak dalam meningkatkan kualitas perpustakaan sekolah, melalui peningkatan anggaran, pengembangan koleksi dan penyediaan tempat yang ideal.

Selain itu, sudah barang tentu dukungan pemerintah melalui kebijakannya mutlak diperlukan. Apalagi dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 Ayat 1 disebutkan, sarana dan prasarana pendidikan (salah satunya adalah perpustakaan sekolah) harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Diperkuat lagi dengan Pasal 45 yang berbunyi : Tiap satuan pendidikan formal dan nonformal harus menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan emosional, dan kejiwaan peserta didik. Lewat kebijakan itulah, pemerintah sudah barang tentu harus terlibat dalam peningkatan perpustakaan.

Namun sejatinya, terlepas dari ada tidaknya ketiga pilar serta perhatian otoritas sekolah tersebut, keberadaan sebuah perpustakaan di sekolah tidak bisa diidnahkan begitu saja. Sebab eksistensi perpustakaan dalam masyarakat sekolah mempunyai fungsi yang sangat erat dengan kepentingan mereka. Secara umum fungsi-fungsi tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Fungsi sebagai penyimpan karya manusia, khususnya karya cetak, karya rekam dan karya-karya lain yang didalamnya termuat berbagai informasi penting dalam berbagai bidang yang dapat digunakan untuk keperluan manusia.

2. Fungsi pendidikan, merupakan tempat belajar di luar bangku pendidikan (non formal) maupun tempat belajar dalam lingkungan pendidikan itu sendiri (formal).

3. Fungsi informasi, dengan menyediakan kemudahan bagi pemakai berupa akses yang cepat terhadap informasi yang tepat dan dibutuhkan dalam bidang apapun karena pada hakekatnya semua perpustakaan melaksanakan fungsi informasi.

4. Fungsi rekreasi, mempunyai peran penting dalam mendorong minat baca terutama pada waktu senggang dengan menyediakan bahan bacaan ringan dan bacaan-bacaan hiburan.

5. Fungsi kultural, merupakan tempat untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat serta secara aktif mempromosikan partisipasi dan apresiasi semua bentuk seni dan budaya seperti yang sering dilakukan oleh Karta Pustaka Yogyakarta dan UPT Perpustakaan UGM.

Dengan demikian, hemat kita, dalam kondisi apapun perpustakaan sekolah haruslah diperhatikan dan dikembangkan. Sama halnya ketika kita berbicara tentang mutu pendidikan. Saat kita menginginkan peningkatan kualitas lulusan sekolah, maka kita perlu mengembangkan sarana dan prasarana yang memadai, kualitas guru, bahan ajar yang memadai dan lain-lain pengembangan.

Dalam masyarakat sekolah, perpustakaan adalah titik sentral yang harus bisa mengarahkan lalu lintas komunikasi dan gagasan dilingkungan masyarakat sekolah. Di sekitas titik sentral ini (perpustakaan dengan segala koleksinya), ada murid, guru, dan pustakawan itu sendiri. Semua harus mampu memerankan dirinya dengan sebaik-baiknya.

Dalam pedoman umum penyelenggaraan Perpustakaan sekolah tahun 2001 disitu ditegaskan, perpustakaan sekolah sebagai perangkat pendidikan di sekolah merupakan bagian integral dari sistem kurikulum sekolah. Bersama dengan sumber belajar yang lain. Perpustakaan sekolah bertujuan mendukung proses kegiatan belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan.

Namun, yang jadi persoalan sekarang adalah, sejauhmana kita memandang urgensi perpustakaan sekolah itu sendiri. Karena, jangankan mengelola sebuah perpustakaan yang nota bene di dalamnya terdapat sejumlah buku dan referensi, patut pula dipertanyakan sudah sejauh mana tingkat budaya membaca di lingkungan masyarakat sekolah.

Jika, ternyata tingkat budaya membacanya masih rendah, maka sebagus apapun bangunan perpustakaan, dan selengkap apapun buku yang ada di dalamnnya, tetap saja, perpustakaan hanya akan menjadi tempat terasing di antara deretan kelas dan kantin sekolah.

@taqur’07

~ by secangkirkopipagi on September 19, 2008.

Leave a comment